Biografi 5 Pelukis Terkenal Indonesia beserta Lukisannya
Raden Saleh lahir
di Semarang tahun 1807 – meninggal di Bogor pada tahun 1880. Raden Saleh
dilahirkan dalam sebuah keluarga Jawa ningrat. Dia adalah cucu dari Sayyid
Abdoellah Boestaman dari sisi ibunya. Ayahnya adalah Sayyid Hoesen bin Alwi bin
Awal bin Jahja, seorang keturunan Arab.Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen,
tinggal di daerah Terboyo, dekat Semarang. Sejak usia 10 tahun, ia diserahkan
pamannya, Bupati Semarang, kepada orang-orang Belanda atasannya di Batavia.
Kegemaran menggambar mulai menonjol sewaktu bersekolah di sekolah rakyat
(Volks-School).
Ciri romantisme muncul
dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung paradoks. Gambaran keagungan
sekaligus kekejaman, cerminan harapan (religiusitas) sekaligus ketidakpastian
takdir (dalam realitas). Ekspresi yang dirintis pelukis Perancis Gerricault
(1791-1824) dan Delacroix ini diungkapkan dalam suasana dramatis yang mencekam,
lukisan kecoklatan yang membuang warna abu-abu, dan ketegangan kritis antara
hidup dan mati.
Penghargaan dari
pemerintah Indonesia diberikan tahun 1969 lewat Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, secara anumerta berupa Piagam Anugerah Seni sebagai Perintis Seni
Lukis di Indonesia. Wujud perhatian lain adalah, pembangunan ulang makamnya di
Bogor yang dilakukan oleh Ir. Silaban atas perintah Presiden Soekarno, sejumlah
lukisannya dipakai untuk ilustrasi benda berharga negara, misalnya akhir tahun
1967, PTT mengeluarkan perangko seri Raden Saleh dengan reproduksi dua lukisannya
bergambar binatang buas yang sedang berkelahi.
Basoeki Abdullah lahir
di Surakarta, Jawa Tengah, 25 Januari 1915 – meninggal 5 November 1993 pada
umur 78 tahun, dia merupakan salah satu pelukis maestro yang dimiliki
Indonesia. Ia dikenal sebagai pelukis aliran realis dan naturalis. Ia pernah
diangkat menjadi pelukis resmi Istana Merdeka Jakarta.
Bakat melukisnya
terwarisi dari ayahnya, Abdullah Suryo Subroto, yang juga seorang pelukis dan
penari. Sedangkan kakeknya adalah seorang tokoh Pergerakan Kebangkitan Nasional
Indonesia pada awal tahun 1900-an yaitu Doktor Wahidin Sudirohusodo.
Pendidikan formal
Basoeki Abdullah diperoleh di HIS Katolik dan Mulo Katolik di Solo. Berkat
bantuan Pastur Koch SJ, Basoeki Abdullah pada tahun 1933 memperoleh beasiswa
untuk belajar di Akademik Seni Rupa (Academie Voor Beeldende Kunsten) di Den
Haag, Belanda, dan menyelesaikan studinya dalam waktu 3 tahun dengan meraih
penghargaan Sertifikat Royal International of Art (RIA).
Basoeki Abdullah terkenal
sebagai seorang pelukis potret, terutama melukis wanita-wanita cantik, keluarga
kerajaan dan kepala negara yang cenderung mempercantik atau memperindah
seseorang ketimbang wajah aslinya. Selain sebagai pelukis potret yang ulung,
diapun melukis pemandangan alam, fauna, flora, tema-tema perjuangan,
pembangunan dan sebagainya.
Hampir sebagian
hidupnya dihabiskan di luar negeri diantaranya beberapa tahun menetap di
Thailand, dan sejak tahun 1974 Basoeki Abdullah menetap di Jakarta, diangkat
sebagai pelukis Istana Merdeka.
Srihadi Soedarsono
Pada tahun 1952 ia
mulai memasuki pendidikan seni di Balai Pendidikan Universiter Guru Gambar
Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang Fakultas Seni Rupa
Institut Teknologi Bandung).
Ia lulus sebagai
sarjana seni rupa dan diwisuda pada hari Sabtu, 28 Februari 1959, tepat dua
hari sebelum Institut Teknologi Bandung diresmikan (Senin, 2 Maret 1959). Pada
tahun 1960 Srihadi mendapatkan beasiswa dari ICA untuk belajar di AS untuk
melanjutkan kuliah di Ohio State University hingga mendapat gelar master of art
pada tahun 1962.
Ia menikah dengan Dra
Siti Farida Nawawi dan memiliki dua anak perempuan dan satu anak laki-laki,
yaitu Tara Farina, MSc, Rati Farini, SH, LLM, dan Tri Krisnamurti Syailendra.
Karya Srihadi
Soedarsono memiliki proses yang panjang dan berkelanjutan. Karya awal sangat
dipengaruhi hasil pendidikan, yaitu geometris sintetik. Pada tahun 1960 mulai
menuju eksperimentasi pada bentuk abstrak lewat tempelan potongan kertas dan
spontanitas warna. Memasuki 1970 cenderung impresionis lewat cat air dan
ekpresionis lewat cat miyak dan sering memasukkan unsur simbolis dalam
lukisannya.
Sebagai pelukis senior
yang sangat berdedikasi, beliau mendapatkan banyak penghargaan, antara lain, Anugerah
Seni dari Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1971, Cultural Award dari
Pemerintah Australia pada tahun 1973, Fulbright Grant dari Pemerintah Amerika
Serikat pada tahun 1980.
Widayat lahir di
Kutoarjo - Jawa Tengah pada tahun 1923. Ia masuk Sekolah Dasar Belanda pada
waktu itu namanya H.I.S ( Hollands Inlandsche School ) sekolah untuk kaum
pribumi dengan pengantar bahasa Belanda. Setelah tamat tahun 1937 dari H.I.S.
Trenggalek, Widayat pindah ke Bandung untuk melanjutkan sekolahnya di Sekolah
Kejuruan Menengah yang tidak diselesaikan sampai tamat. Widayat mempunyai
seorang kawan yang kebetulan kakaknya pandai melukis, namanya Mulyono, dari
Mulyono inilah Widayat belajar melukis.
Salah satu Pelukis
Maestro asal Kutoarjo – Jawa Tengah, sebagian besar karya Lukisanya bertemakan
Flora dan Fauna, terinspirasi dari pengalamanya yang membekas pada Tahun 1939
saat beliau pernah bekerja sebagai mantri opnamer ( juru ukur ) pada bidang
kehutanan di Palembang selama tiga Tahun,
Pada tahun 1954,
Widajat, Sayoga, G. Sidharta, Murtibadi, Sukandar dan beberapa lainnya
mendirikan Pelukis Indonesia Muda (PIM). Perkumpulan tersebut merupakan sanggar
lukis pertama yang didirikan oleh para mahasiswa ASRI Yogyakarta. Widayat
mendapat perhatian dan dorongan beberapa dosennya, terutama Hendra Gunawan sebagai
dosen praktek melukis dan Kusnadi sebagai dosen Tinjauan Seni (Kritik Seni).
Beberapa penghargaan
dibidang seni pernah disandangnya atas dedikasinya dalam bidang seni rupa,
yaitu penghargaan dari BMKN (Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional) di Yogyakarta
tahun 1952 dengan karyanya yang terbaik berjudul ‘ Kali Bawang’. Kemudian pada
tahun 1972 ia menerima Anugerah seni dari pemerintah RI sebagai pelukis
kontemporer.
S. Sudjojono lahir di
Kisaran, Sumatera Utara 14 Desember 1913, dan wafat di Jakarta 25 Maret
1985. Soedjojono lahir dari keluarga transmigran asal Pulau Jawa. Ayahnya,
Sindudarmo, adalah mantri kesehatan di perkebunan karet Kisaran, Sumatera
Utara, beristrikan seorang buruh perkebunan. Ia lalu dijadikan anak angkat oleh
seorang guru HIS, Yudhokusumo. Ia menamatkan HIS di Jakarta, lalu melanjutkan
SMP di Bandung, dan menyelesaikan SMA di Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta.
S. Sudjojono sempat
menjadi guru di Taman Siswa seusai lulus dari Taman Guru di perguruan yang
didirikan oleh Ki Hajar Dewantara itu. Pada tahun 1937, ia ikut pameran bersama
pelukis Eropa di Kunstkring Jakarya, Jakarta. Inilah awal namanya dikenal
sebagai pelukis, Pada tahun itu juga ia menjadi pionir mendirikan Persatuan
Ahli Gambar Indonesia (Persagi). Selain sebagai pelukis, ia juga dikenal
sebagai kritikus seni rupa pertama di Indonesia.
Lukisanya memiliki
karakter Goresan ekspresif dan sedikit bertekstur, goresan dan sapuan bagai
dituang begitu saja ke kanvas, pada periode sebelum kemerdekaan, karya lukisan
S.Sudjojono banyak bertema tentang semangat perjuangan rakyat Indonesia dalam
mengusir penjajahan Belanda, namun setelah jaman kemerdekaan kemudian karya
Lukisanya banyak bertema tentang pemandangan Alam, Bunga, aktifitas kehidupan
masayarakat, dan cerita budaya.
Lukisan Raden Saleh
“A Flood on Java”
“Penangkapan Diponegoro I”
“Penangkapan
Diponegoro II”
“Berburu
Singa”
“Berburu (Hunt),
1811-1880”
Lukisan Basoeki Abdullah
Komentar
Posting Komentar